WELCOME

CUMI MASIH BELAJAR NGEBLOG^^

Sabtu, 10 November 2012

Cincin Pernikahan



Mahar dalam agama islam dinilai dengan menggunakan nilai uang sebagai acuan, hal ini disebabkan karena mahar merupakan harta dan bukan semata-mata sebagai sebuah simbol.


Wanita dapat meminta mahar dalam bentuk harta dengan nilai nominal tertentu seperti uang tunai, emas, tanah, rumah, kendaraan, atau benda berharga lainnya. Mahar juga dapat berupa mushaf Al-Qur’an serta seperangkat alat salat. Agama islam mengizinkan mahar diberikan oleh pihak laki-laki dalam bentuk apapun (cincin dari besi, sebutir kurma, ataupun jasa), namun demikian mempelai wanita sebagai pihak penerima memiliki hak penuh untuk menerima ataupun menolak mahar tersebut.


Adapun mengenai cincin pernikahan yang sudah menjadi kebiasaan bahkan cenderung dianggap sebagai hal yang mendasar didalam suatu acara tunangan atau pernikahan maka sesungguhnya bukanlah berasal dari islam.


Penggunaan cincin didalam acara perkawainan ini sudah berlangsung sejak berabad-abad lalu yang merupakan tradisi didalam agama Yunani dan Romawi kuno yang dianggap sebagai simbol cinta kasih antara laki-laki dan perempuan. Cincin ini kemudian diadopsi dan dikembangkan di eropa (barat) dari mulai model hingga bahan pembuatannya.


Oleh orang-orang Eropa cincin ini pernah dimodifikasi menjadi bentuk-bentuk lainnya seperti kunci dan piramida. Adapun bahan pembuatannya juga mengalami perkembangan dari sekedar lempeng besi menjadi kuningan dan perunggu. Sedangkan para bangsawan dan raja-raja di Eropa menggunakan berlian sebagai bahan pembuatan cincin. Dan akhirnya yang berkembang dan menyebar di masyarakat dunia pada umumnya adalah cincin yang terbuat dari emas atau platinum.


Ada yang mengatakan bahwa pengenaan cincin perkawinan di jari manis adalah kebiasaan orang-orang Cina dengan keyakinan bahwa ibu jari adalah sebagai simbol orang tua, telunjuk adalah simbol kakak dan adik, kelingking adalah simbol anak-anak sedang jari manis adalah simbol suami istri yang akan selalu bersatu selama hidup.


Kesimpulan ini mereka ambil dengan cara yang sangat sederhana yaitu, apabila kedua telapak tangan seseorang dibuka dan jari-jemari yang ada ditangan kanan disentuhkan dengan jari-jemari yang ada di tangan kiri (ibu jari bertemu dengan ibu jari, telunjuk bertemu dengan telunjuk begitu seterusnya kecuali kedua jari tengah yang dilipat bersentuhan) dan jika jari-jemari itu satu-persatu diangkat dan ditutup kembali maka semua jari bisa melakukannya kecuali jari manis.


Nah.. semua jari yang bisa diangkat dan ditutup kembali itu diartikan sebagai simbol untuk orang-orang sekelilingnya yang akan pergi sedangkan jari yang tidak bisa diangkat (jari manis) adalah simbol untuk suami istri yang akan langgeng selamanya.


Jadi penggunaan cincin didalam suatu acara perkawinan bukanlah berasal dari islam. Dan Rasulullah saw bersabda: ”Siapa yang meniru-niru suatu kaum maka ia termasuk golongan kaum itu.” (HR. Ahmad dan Abu Daud).


Islam memiliki ciri dan karakteristik tersendiri yang berbeda dengan agama dan budaya selainnya. Karakteristik dan ciri islam adalah karakteristik ilahiyah yang senantiasa mengingatkannya akan kemuliaan Sang Penciptanya. Karakteristik yang tidak membuatnya lalai dari mengingat Allah swt sehingga ia dinilai sebagai suatu ibadah dan mendapatkan pahala dari Allah swt.

Kalau seandainya mereka yang mengatakan bahwa penggunaan cincin dalam perkawinan juga berasal dari islam berdasarkan hadits Rasulullah saw kepada salah seorang sahabatnya: ”Berikanlah mahar, meskipun hanya sebuah cincin besi.” (HR. Bukhori)

maka tidaklah tepat karena hadits ini berkaitan dengan mahar seorang yang ingin menikah.

Imam Bukhori memasukan hadits ini kedalam Bab Mahar dengan Barang dan Cincin Besi. Artinya bahwa seseorang yang ingin menikah sedang ia tidak memiliki kemampuan dalam menyediakan maharnya maka ia diperbolehkan memberikan mahar walaupun hanya berupa cincin besi atau sesuatu yang tidak seberapa harganya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar